AKURAT.CO – Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serius menangani kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) pada anak.
“Kita serius tangani itu,” ujar Heru di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Senin (6/2/2023).
Heru mengaku, sudah berbicara dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta untuk mengatasi dan mencari penyebab gangguan ginjal akut.
“Tadi pagi saya sudah bicara dengan teman-teman Dinkes untuk mengatasi dan mencari penyebabnya apa,” tambah Heru.
Selain berkoordinasi dengan Dinkes, Heru juga mengaku sudah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan.
“Kita koordinasi dengan Kemenkes, pertama penyebanya apa? Apakah penyebabnya sama seperti yang lalu, ada beberapa obat ya,” sambung Heru.
Sebelumnya, Juru Bicara Kemenkes dr. M Syahril mengkonfrimasi bahwa ada dua laporan kasus baru Gangguan Ginjal Akut pada bulan Januari 2023.
“Penambahan kasus tercatat pada tahun ini, satu kasus konfirmasi GGAPA dan satu kasus suspek,” ujar Syahril, Senin (6/2/2023).
Menurut Syahril, dua kasus tersebut dilaporkan oleh Dinkes DKI Jakarta. Sehingga Kemenkes meminta agar Dinkes daerah lain untuk terus aktif memantau pasien gejala gangguan ginjal akut ini.
“Kemenkes meminta agar Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah lain untuk aktif memantau pasien dengan gejala GGAPA, dan segera merujuk ke rumah sakit yang telah ditunjuk Kemenkes untuk menangani pasien tersebut,” sambung Syahril.
Syahril menyatakan, bahwa salah satu pasien kasus terkonfrimasi gangguan ginjal akut merupakan anak berusia satu tahun yang mengalami demam pada tanggal 25 Januari.
“(Pasien) diberikan obat sirup penurun demam yang dibeli di apotek dengan merk Praxion. Pada tanggal 28 Januari, pasien mengalami batuk, demam, pilek, dan tidak bisa buang air kecil (Anuria),” sambung Syahril
“Kemudian dibawa ke Puskesmas Pasar Rebo, Jakarta, untuk mendapatkan pemeriksaan, dan pada tanggal 31 Januari mendapatkan rujukan ke Rumah Sakit Adhyaksa,” tambah Syahril.
Oleh karena itu, menurut Syahril, terdapat gejala gangguan ginjal akut maka direncanakan untuk dirujuk ke RSCM, tetapi keluarga menolak dan pulang paksa pada 31 Januari.
“Pada tanggal 1 Februari, orang tua membawa pasien ke RS Polri dan mendapatkan perawatan di ruang IGD, dan pasien sudah mulai buang air kecil,” sambung Syahril.
“Pasien kemudian dirujuk ke RSCM untuk mendapatkan perawatan intensif sekaligus terapi fomepizole, namun 3 jam setelah di RSCM pada pukul 23.00 WIB pasien dinyatakan meninggal dunia,” tambah Syahril.
Sementara itu, satu kasus suspek gangguan ginjal akut lainnya merupakan anak berusia tujuh tahun, yang mengalami demam pada tanggal 26 Januari. Kemudian mengkonsumsi obat penurun panas sirop yang dibeli secara mandiri.
Kemudian pada tanggal 30 Januari, pasien mendapatkan pengobatan penurun demam tablet dari Puskesmas.
“Pada tanggal 1 Februari, pasien berobat ke klinik dan diberikan obat racikan. Pada tanggal 2 Februari dirawat di RSUD Kembangan, kemudian dirujuk, dan saat ini masih menjalani perawatan di RSCM Jakarta,” tambah Syahril.
Syahril menegaskan, saat ini Kemenkes tengah melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan mengambil tindakan antisipatif dalam menentukan penyebab dua kasus gangguan ginjal akut baru yang dilaporkan.
“Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan berbagai pihak mulai dari IDAI, BPOM, Ahli Epidemiologi, Labkesda DKI, Farmakolog, para Guru besar dan Puslabfor Polri melakukan penelusuran epidemiologi untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut,” pungkas Syahril. (*)